Kamis, 03 Desember 2015

PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK USIA DINI MELALUI BERMAIN



PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK USIA DINI MELALUI BERMAIN

1.      PENGRTIAN BERMAIN

Bermain merupakan cara yang paling tepat untuk mengembangkan kemampuan anak usia dini sesuai kompetensinya. Melalui bermain, anak memperoleh dan memproses informasi mengenai hal-hal baru dan berlatih melalui keterampilan yang ada. Selain itu bermain juga dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan anak baik secara fisik, social emosional, intelektual maupun kreativitasnya.
Menurut Singer (dalam Kusantanti, 2004) mengemukakan bahwa bermain dapat digunakan anak-anak untuk menjelajahi dunianya, mengembangkan kompetensi dalam usaha mengatasi dunianya dan mengembangkan kreativitas anak. Dengan bermain anak memiliki kemampuan untuk memahami konsep secara ilmiah, tanpa paksaan.
Bermain menurut Mulyadi (2004), secara umum sering dikaitkan dengan kegiatan anak-anak yang dilakukan secara spontan. Terdapat lima pengertian bermain :
  1. Sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai intrinsik pada anak
  2. Tidak memiliki tujuan ekstrinsik, motivasinya lebih bersifat intrinsik
  3. Bersifat spontan dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak
  4. Melibatkan peran aktif keikutsertaan anak
  5. Memilikii hubungan sistematik yang khusus dengan seuatu yang bukan bermain, seperti kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial dan sebagainya
Sebagaimana usia kanak – kanak merupakan fase golden age dimana di fase ini anak mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik menyangkut pertumbuhan fisik dan motoriknya, perkembangan watak dan moralnya, serta emosional dan intelektualnya.  anak mulai belajar mengembangkan kemampuan bahasa dan sosialnya. Oleh karena itu, masa kanak-kanak merupakan masa yang sangat penting untuk meningkatkan seluruh potensi kecerdasannya.
Seluruh potensi kecerdasan anak akan berkembang optimal apabila disirami suasana penuh kasih sayang dan jauh dari berbagai tindak kekerasan, sehingga anak-anak dapat bermain dengan gembira. Oleh karena itu, kegiatan belajar yang efektif pada anak dilakukan melalui cara-cara bermain aktif yang menyenangkan, dan interaksi pedagogis yang mengutamakan sentuhan emosional, bukan teori akademik.
Bermain menurut Mayesty adalah kegiatan yang anak-anak lakukan sepanjang hari karena bagi anak bermain adalah hidup dan hidup adalah permainan. Anak usia dini tidak membedakan antara bermain, belajar dan bekerja. Anak-anak pada umumnya sangat menikmati permainan dan akan terus melakukannya dimanapun mereka memiliki kesempatan. Piaget dalam Mayesty mengatakan bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan/kepuasan bagi diri seseorang; sedangkan Parten dalam Dockett dan Fleer memandang kegiatan bermain sebagai sarana sosiaisasi, diharapkan melalui bermain dapat memberi kesempatan anak bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, dan belajar secara menyenangkan. Selain itu, kegiatan bermain dapat membantu anak mengenal tentang dirinya, dengan siapa dia hidup serta lingkungan tempat dimana dia hidup.
Menurut Bettelheim kegiatan bermain adalah kegiatan yang “tidak mempunyai peraturan lain kecuali yang ditetapkan pemain sendiri dan tidak ada hasil akhir yang dimaksudkan dalam realitas luar”. Sedangkan menurut Dockett dan Fleer berpendapat bahwa bermain merupakan kebutuhan bagi anak, karena melalui bermain anak akan memperoleh pengetahuan yang dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Bermain merupakan aktivitas yang khas dan sangat berbeda dengan aktivitas lain seperti belajar dan bekerja yang selalui dilakukan dalam rangka mencapai suatu hasil akhir. Beberapa teori klasik dan modern tentang bermain yang dapat dibuat sebuah bagan sebagai berikut
Berdasarkan pengertian bermain diatas, dapat di uraikan bahwa semua aktivitas yang dilakukan oleh anak pada hakikatnya adalah bermain yang menjadi kebutuhan dasar bagi setiap anak, baik itu bertujuan ataupun tanpa tujuan, yang didalamnya mengandung berbagai unsur kesenangan dan kegembiraan. Dalam bermain juga banyak memberikan kesempatan anak untuk mengembangkan seluruh potensi dalam dirinya dan menggali kekuatan yang ada dalam diri

2.      FUNGSI BERMAIN DALAM PERKEMBANGAN SOSIAL
Fungsi bermain bagi anak berdasarkan pengamatan, pengalaman, dan hasil penelitian para ahli mengemukakan bahwa bermain mempunyai arti sebagai berikut ini: dengan bermain anak memperoleh kesempatan mengembangkan potensi-potensi yang ada padanya dan memberikan peluang bagi anak untuk berkembang seutuhnya, baik fisik, intelektual, bahasa dan perilakunya.
Dalam kehidupan anak, bermain mempunyai arti yang sangat penting. Dapat di katakan bahwa setiap anak yang sehat selalu mempunyai dorongan untuk bermain dan hampir sebagian waktunya di gunakan untuk bermain karena bagi anak bermain merupakan suatu kebutuhan yang penting agar anak dapat berkembang secara wajar dan utuh, menjadi orang dewasa yang mampu menyesuaikan dan membangun dirinya menjadi pribadi yang matang dan mandiri,dan dengan bermain anak juga bisa tumbuh dan mengembangkan seluruh aspek perkembangan yang ada pada dirinya.
Bermain juga berfungsi sebagai terapi dalam kehidupan anak karena dengan bermain anak akan merasa senang dan menimbulkan kepuasan pada anak, melalui bermain anak memperoleh kesempatan menemukan serta bereksperimen dengan alam sekitar. contoh: ketika anak mengamati tanaman yang tumbuh, maka anak akan memperoleh kesempatan pengalaman yang makin memperjelas hal-hal yang mereka pelajari di kelas atau di rumah.
Nilai bermain bagi perkembangan kognitif vygotsky(1976). Menyatakan bahwa ada hubungan yang erat antara bermain dan perkembangan kognitif. Bermain merupakan kesempatan bagi anak untuk bereksplorasi, mengadakan penelitian, percobaan, untuk berkreasi, menemukan serta membentuk dan membangun saat mereka menggambar, bermain air, bermain dengan tanah liat atau plastisin dan bermain balok. Minat, daya konsentrasi, inisiatif, daya imajinasi dan daya kreasi serta daya fantasi anak dapat di pupuk pula melalui bermain bebas.
Ada beberapa tahap-tahap perkembangan bermain menurut piaget:
Sensory motor play adalah bermain yang mengandalkan indera dan gerakan-gerakan tubuh usia 3 atau 4 bulan – 24 bulan. Bermain di mulai pada periode perkembangan kognitif sensori motor, sebelum usia 3-4 bulan, gerakan atau kegiatan anak belum dapat di kategorikan bermain, sejak usia 3-4 bulan kegiatan anak lebih terkoordinasi dan belajar dari pengalamannya, pada usia 18 bulan baru tampak adanya percobaan-percobaan aktif pada kegiatan bermain anak.
Symbolic atau make believe play(usia 2 tahun- 7 tahun). Periode pra operasional yang terjadi antara 2-7 tahun dapat di kategorikan symbolic, tandanya ialah anak dapat bermain khayal dan bermain pura-pura, pada masa ini anak lebih banyak bertanya dan menjawab pertanyaan
Social play games with rules(8 tahun- 11 tahun). Dalam bermain pada tahap yang tertinggi, penggunaan symbol lebih banyak di warnai oleh nalar dan logika yang bersifat objektif. Sejak usia 8-11 tahun anak lebih banyak terlibat dalam kegiatan games with rules.
Games with rules and sport (11 tahun ke atas). Kegiatan bermain ini masih menyenangkan dan dinikmati anak-anak, meskipun aturannya jauh lebih ketat.
Jadi, bermain bagi anak merupakan proses belajar yang menyenangkan bagi anak karena bermain dapat membantu anak mengenal dunianya, mengembangkan konsep-konsep baru, mengambil resiko, meningkatkan keterampilan social anak dan dapat membentuk prilaku anak.

3.      BENTUK PERMAINAN YANG MENDORAONG PERKEMBANGAN SOSIAL AUD
1.      Bermain Fungsional (Functional Play)
Bermain seperti ini biasanya tampak pada anak berusia 1-2 tahunan berupa gerakan yang bersifat sederhana dan berulang-ulang. Kegiatan bermain ini dapat dilakukan dengan atau tanpa alat permainan. Misalnya: berlari-lari sekeliling ruang tamu, mendorong dan menarik mobil-mobilan, mengolah lilin atau tanah liat tanpa maksud untuk membuat bentuk tertentu dan yang semacamnya.

2.      Bermain Bangun Membangun (Constructive Play)
Bermain membangun sudah dapat terlihat pada anak berusia 3-6 tahun. Dalam kegiatan bermain ini anak membentuk sesuatu, menciptakan bangunan tertentu dengan alat permainan yang tersedia. Misalnya: membuat rumah-rumahan dengan balok kayu atau potongan lego, menggambar, menyusun kepingan-kepingan kayu bergambar dan yang semacamnya.

3.      Bermain Pura-pura (Make-believe Play)
Kegiatan bermain pura-pura mulai banyak dilakukan anak berusia 3-7 tahun. Dalam bermain pura-pura anak menirukan kegiatan orang yang pernah dijumpainya dalam kehidupan sehari-hari. Dapat juga anak melakukan peran imajinatif memainkan tokoh yang dikenalnya melalui film kartun atau dongeng. Misalnya: main rumah-rumahan, polisi dan penjahat, jadi batman atau ksatria baja hitam.

4.      Permainan dengan peraturan (Games with Rules)
Kegiatan jenis ini umumnya sudah dapat dilakukan anak usia 6-11 tahun. Dalam kegiatan bermain ini, anak sudah memahami dan bersedia mematuhi aturan permainan. Aturan permainan pada awalhya diikuti anak berdasarkan yang diajarkan orang lain. Lambat laun anak memahami bahwa aturan itu dapat dan boleh diubah sesuai kesepakatan orang yang terlibat dalam permaina, asalkan tidak terlalu menyimpang jauh dari aturan umumnya. Misalnya: main kasti, galah asin atau gobak sodor, ular tangga, monopoli, kartu, bermain tali dan semacamnya.

PENGEMBANGAN EMPATI AUD


PENGEMBANGAN EMPATI AUD

1.      PENGERTIAN EMPATI

Pengertian Empati adalah proses kejiwaan seseorang individu larut dalam perasaan orang lain baik suka maupun duka, dan seolah-olah merasakan atupun mengalami apa yang dirasakan atu dialami oleh orang tersebut. Empati merupakan kelanjutan dari sikap simpati, yaitu perbuatan nyata untuk mewujudkan rasa simpatinya itu. Contohnya, Danang merasa sangat bersedih dan terharu ketika melihat Wawan temannya harus bekerja di malam hari untuk membayar biaya sekolahnya. ia seolah-olah merasakan beban yang harus dipikul oleh Wawan. Oleh karena itu, Danang sering membantu Wawan.

Empati adalah kemampuan untuk menyadari perasaan orang lain dan bertindak (sesuai) untuk membantu. Konsep Empati terkait erat dengan rasa iba dan kasih sayang. Empati merupakan kemampuan mental untuk memahami dan berempati dengan orang lain, apakah orang diempati setuju atau tidak tetapi disini memiliki niat untuk membantu.

Dalam penelitian empati merupakan fenomena kompleks yang tidak memiliki definisi sederhana. Empati dipelajari dalam psikologi sosial, psikologi kognitif dan neuroscience. Empati adalah proses mental yang kompleks yang melibatkan
(1) apa yang dirasakan oleh orang lain (empati afektif)
(2) bagaimana menempatkan diri sebagai orang lain(empati kognitif), dan
(3) menjadi orang lain yang merasakan (diri sendiri / lainnya) (empati akurasi).

Ketiga mekanisme dianggap saling terkait dan tergantung satu sama lain maka empati pun terjadi. Dalam proses empati maka ada hubungan yang saling berinteraksi antara penularan emosi, pengambilan perspektif dan akurasi empati satu sama lain untuk menghasilkan respon adaptif sosial.

Empati berasal dari bahasa Yunani yaitu Emphatia yang berarti gairah atau ketertarikan fisik yang mengacu pada kemampuan pikiran, emosi, niat dan ciri-ciri kepribadian dari orang lain dan memahami apa yang diinginkan.

Empati mencakup respon tersendiri terhadap perasaan orang lain, seperti rasa kasihan, kesedihan, rasa sakit. Empati memainkan peranan penting dalam berbagai bidang ilmu, kriminologi dari psikologi, fisiologi, pedagogi, filsafat, kedokteran dan psikiatri. Dalam empati terdapat rasa keterlibatan emosional seseorang dalam realitas yang mempengaruhi orang lain lain.

Beberapa studi menunjukkan adanya sifat-sifat yang berhubungan dengan empati pada beberapa hewan bukan manusia, seperti tikus atau primata lainnya. Dalam pengertian ini, bisa dijelaskan bahwa empati berasal dari mekanisme saraf dasar yang dikembangkan selama evolusi.

Keadaan empati, atau pemahaman empatik merupakan cara untuk memahami kerangka acuan internal lain dengan memaknai komponen emosional yang dikandungnya, seperti yang dirasakan orang lain, dengan kata lain, menempatkan diri di tempat lain, seperti "seolah-olah menjadi."

Seseorang bisa berempati dengan orang lain dengan cara memberikan kontribusi untuk memahami emosi orang lain dan berkomunikasi dengan sesama manusia. Tanpa bicara empati pun bisa dipahami satu sama lain atau dengan ketidaksepakatan pun empati akan muncul. Empati bisa muncul dari pesan verbal dan non-verbal dalam 'membaca' atau pemahaman dari orang lain. Empati tidak sama dengan altruisme.

2. CIRI-CIRI PENGEMBANGAN EMPATI
*Mampu menerima sudut pandang orang lain
Individu mampu membedakan antara apa yang dikatakan atau dilakukan orang lain dengan reaksi dan penilaian individu itu sendiri. Dengan perkembangan aspek kognitif seseorang, kemampuan untuk menerima sudut pandang orang lain dan pemahaman terhadap perasaan orang lain akan lebih lengkap dan akurat sehingga ia akan mampu memberikan perlakuan dengan cara yang tepat.
*Memiliki kepekaan terhadap perasaan orang lain
Individu mampu mengidentifikasi perasaan-perasaan orang lain dan peka terhadap hadirnya emosi dalam diri orang lain melalui pesan non verbal yang ditampakkan, misalnya nada bicara, gerak-gerik dan ekspresi wajah. Kepekaan yang sering diasah akan dapat membangkitkan reaksi spontan terhadap kondisi orang lain, bukan sekedar pengakuan saja.
*Mampu mendengarkan orang lain
Mendengarkan merupakan sebuah ketrampilan yang perlu dimiliki untuk mengasah kemampuan empati. Sikap mau mendengar memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap perasaan orang lain dan mampu membangkitkan penerimaan terhadap perbedaan yang terjadi.
3.TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN EMPATI.
Empati sebagai kemampuan untuk manusia telah tampak sejak awal kehidupan. Potensi ini akan berkembang sejalan dengan peningkatan usia anak melalui lingkungan. Perkembangan empati anak perlu mendapatkan stimulasi sesuai perkembangannya. Contohnya saja bayi baru lahir merespon tangis bayi lain dengan menangis sendiri. ( oatley da jennkins, 1996 ). Tangis yang ditampilkan merupakan respon empati dasar untuk perkembangan empati mereka lebih lanjut. Empati ini disebut Empati global (hoffiman, dalam Oatley and Jennkins, 1996) : Shapiro, 1997 dan Pratiwi, dkk.1997 ).
dengan empati, anak akan mengerti bahwa tidak semua keinginannya melalui orang lain dapat terpenuhi. Dengan empati anak akan mampu membina hubungan dan diterima oleh orang lain. anak dapat diajarkan untuk berempati kepada orang lain sejak dini. Usia balita merupakan usia yang paling tepat menanamkan sikap empati. ”Justru empati ini harus dilatih sejak kanak-kanak. Hal ini akan memicu anak untuk memiliki pengertian terhadap perasaan orang lain,”
Pada dasarnya setiap anak sudah memiliki kepekaan (empati) masing-masing pada dirinya, hanya hal tersebut tergantung bagaimana cara si anak maupun orangtua mengasahnya. Dengan demikian, terbentuk karakter yang baik. Oleh karena itu, orangtua ataupun guru sangat dianjurkan untuk menanamkan sifat empati kepada anak. Bibit empati sebenarnya sudah terlihat sejak si bayi lahir. Orangtua mungkin pernah melihat dua orang bayi di dalam satu ruangan. Ketika salah satunya mulai menangis, bayi yang lain seolah-olah terdorong untuk bereaksi sama. Ini menunjukkan empati, meski masih dalam bentuk yang paling dasar. Mereka mampu berbagi emosi dengan orang lain. Saat menjelang usia satu tahun bentuk empati itu semakin nyata.
secara naluriah anak sudah mengembangkan empati sejak ia masih bayi. Awalnya empati yang dimiliki sangat sederhana, yakni empati emosi. Misalnya, pada usia 0-1 tahun, bayi bisa menangis hanya karena mendengar bayi lain menangis. Barulah di usia 1- 2 tahun, anak menyadari kalau kesusahan temannya bukanlah kesusahan yang mesti ditanggung sendiri. ”Malahan pada sebagian besar anak balita, secara naluriah ia mencoba meringankan penderitaan orang lain,” , hanya perkembangan kognitif atau intelektualnya belum matang, maka anak menunjukkan kebingungan empatik. ”Contohnya, ketika balita melihat temannya menangis, mula-mula ia bingung dan hampir ikut menangis. Tetapi, kemudian ia mendekati temannya dan mulai menghiburnya,
Carolyn membagi tahap perkembangan empati anak usia satu tahun ke dalam tiga golongan usia. Golongan pertama, yaitu anak usia 13-15 bulan. Lebih dari setengah responden batita mencoba memeluk, menepuk, atau menyentuh orang lain yang sedang kesusahan. Para peneliti menyebut perilaku ini sebagai perilaku pro-sosial.
Artinya, mereka tidak hanya merespons emosi yang dilihat, tetapi juga mencoba untuk membantu orang lain merasa lebih baik. Tidak berarti batita menunjukkan empati setiap saat. Hal ini menandakan gejala awal empati,” Kemudian golongan kedua, yaitu anak usia 18-20 bulan. Perilaku pro-sosial batita semakin bertambah. Cara mereka menunjukkan perilaku ini juga semakin bervariasi. Beberapa dari responden memberikan respons verbal. Ada juga yang membagi barang miliknya, membawakan plester atau selimut, dan membantu dengan cara lain. Terakhir, golongan anak usia 23-25 bulan. Batita menunjukkan perilaku lebih dari sekadar empati. Mereka memperlihatkan perhatian dan membantu orang lain tanpa diminta oleh ibu atau pengasuh.
Tahap – tahap perkembangan empati berlangsung sekitar usia satu sampai dua tahun. Umumnya pada pertengahan tahun kedua seorang anak, ia akan mampu menunjukkan kasih sayang yang nyata pada orang lain, Pada usia ini anak sudah mulai menyadari kesusahan orang lain namun mereka mereaksikan sebagai kesusahan diri mereka sendiri. Di usia tiga sampai empat tahun anak sudah mulai menunjukkan perasaan empati dan mengerti  terhadap anak lain dan orang dewasa ( Curtis, 1998 : 40 ). Disisi lain Borke mengatakan bahwa anak usia tiga tahun dapat mengerti perasaan orang lain  dan semua anak usia lima tahun dapat menunjukkan gambar orang dewasa dan anak dalam situasi yang sulit.
Pada pra sekolah (sekitar usia 4-5 tahun) anak-anak yang agresif dan perusuh menunjukkan rasa peduli yang sama dengan teman-teman mereka. Beberapa tahun kemudian anak-anak dengan masalah perilaku baru menunjukkan kepedulian yang kurang terhadap si orang dewasa yang terluka.

4. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARIHI EMPATI.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses empati, antara lain :
a.       Sosialisasi
Dengan adanya sosialisasi memungkinkan seseorang dapat mengalami sejumlah emosi, mengarahkan seseorang untuk melihat keadaan orang lain dan berpikir tentang orang lain.
b.      Perkembangan kognitif
Empati dapat berkembang seiring dengan perkembangan kognitif yang mengarah kepada kematangan kognitif, sehingga dapat melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (berbeda)
c.       Mood dan Feeling
Situasi perasaan seseorang ketika berinteraksi dengan lingkungannya akan mempengaruhi cara seseorang dalam memberikan respon terhadap perasaan dan perilaku orang lain
d.      Situasi dan tempat
Situasi dan tempat tertentu dapat memberikan pengaruh terhadap proses empati seseorang. Pada situasi tertentu seseorang dapat berempati lebih baik dibanding situasi yang lain.
e.       Komunikasi
Pengungkapan empati dipengaruhi oleh komunikasi (bahasa) yang digunakan seseorang. Perbedaan bahasa dan ketidakpahaman tentang komunikasi yang terjadi akan menjadi hambatan dalam proses empati.

PERKEMBANGAN EMOSI ANAK USIA DINI



 


        PERKEMBANGAN EMOSI ANAK USIA DINI



      PENGERTIAN EMOSI




Emosi adalah Suatu keadaan yang kompleksi dapat berupa perasaan / pikiranyang di tandai oleh perubahan biologis yang muncul dari perilaku seseorang.




·mekanisme     emosi
Proses terjadinya emosi dalam diri seseorang menurut Lewis and Rose Blumada 5 tahapan yaitu :




1. Elicitors : adanya dorongan peristiwa yang terjadi. contoh : Peristiwa banjir, gempa bumi maka timbullah perasaan emosiseseorang.




2. Receptors: kegiatan yang berpusat pada sistem syaraf. contoh : akibat peristiwa banjir tsb maka berfungsi sebagai inderapeneri.




3. State : perubahan spesifik yang terjadi dalam aspek fisiologi. contoh : gerakan reflex atau terkejut pada sesuatu yang terjadi.




4. Experission : terjadinya perubahan pada rasiologis. contoh : tubuh tegang pada saat tatap muka.




5. Experience : persepsi dan inter individu pada kondisi emosionalnya.




Menurut Syamsuddin kelima komponen tadi digambarkan dalam 3 variabel yaitu :
1. variabel stimulus à rangsangan yang menimbulkan emosi
2. variabel organismik à perubahan fisiologis yang terjadi saat mengalamiemosi
3. variabel respon à pada sambutan ekspresik atas terjadinya pengalamanemosic.




 




 




 




2.      CIRI-CIRI PENGEMBANGAN EMOSI




Ciri-ciri Kecerdasan Emosional




a. Kendali diri




Kendali diri adalah pengendalian tindakan emosional yang berlebihan. Tujuannya adalah keseimbangan emosi, bukan menekannya, akrena setiap perasaan mempunyai nilai dan makna tertentu bagi kehidupan manusia. Menurut Goleman, apabila emosi terlalu ditekan dapat membuat kebosanan, namun bila emosi tidak terkendali dan terus-menerus maka akan stres, depresi dan marah yang meluap-luap.




b. Empati




Menurut Goleman, Empati adalah memahami perasaan dan masalah orang lain, berpikir dengan sudut pandang orang lain dan menghargai perasaan orang mengenai berbagai hal. Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri, semakin terbuka kepada emosi diri sendiri maka makin terampil kita membaca perasaan orang lain.




c. Pengaturan diri




Goleman mengatakan bahwa, “Pengaturan diri adalah menangani emosi kita sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, mampu pulih kembali dari tekanan emosi”.




d. Motivasi




Motivasi adalah menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun kita menuju sasaran, emmbantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, serta untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.




e. Keterampilan sosial




Keterampilan sosial adalah menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah serta meyelesaikan perselisihan, dan untuk bekerjasama dan bekerja dalam tim (Yasin Musthofa, 2007: 44-48).




 




3.      JENIS-JENIS EMOSI




jenis emosi menurut stewart at all mengutarakan perasaan senang, marah, takut dansedih sebagai basic emotions.




1. senang (gembira)
Pada umumnya perasaan gembira dan senang di ekspresikan dengan tersenyum (tertawa) . pada perasaan gembira ini juga ada dalam aktivitaspada saat menemukan sesuatu, mencapai kemenangan.
2. Marah
emosi marah dapat terjadi pada saat individu merasa terhambat, frustasikarena apa yang hendak di capai itu tidak dapat tercapai.




3. takut
perasaan takut merupakan bentuk emosi yang menunjukn adanyabahaya.




4. Sedih
dalam kehidupan sehari – hari nak akan merasa sedih pada saat ia berpisahdari yang lainnya.




Dari ke empat emosi dasar tadinya dapat berkembang menjadi berbagai macam emosi yang di klafikasikan kedalam kelompok emosi positif dan emosi negative.
contoh dari emosi positif dan negatif yang dikemukan oleh reynold tersebutadalah :emosi positif : humor (lucu) , joy, kesenangan, rasa ingin tahu, kesukaan. emosi negatif : tidak sabaran, rasa marah, rasa cemburu, rasa benci, rasa cemas,rasa takut.




4.      FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EMOSI.




Ada 4 faktor yang mempengaruhi perkembangan sosio-emosional anak yaitu:




1. Perlakuan dan Cara Pengasuhan Orang Tua
Secara garis besar ada tiga tipe gaya pengasuhan orang tua yakni otoriter, permisif, dan otoritatif.
Tipe




Perilaku Orang Tua




Karakteristik Anak
Otoriter




Kontrol yang ketat dan penilaian yang kritis terhadap perilaku anak, sedikit dialog (memberi dan menerima) secara verbal, serta kurang hangat dan kurang terjalin secara emosional




Menarik diri dari pergaulan serta tidak puas dan tidak percaya terhadap orang lain.
Permisif




Tidak mengontro, tidak menuntut, sedikit menerapkan hukuman dan kekuasaan, penggunaan nalar, hangat dan menerima




Kurang dalam harga diri, kendali diri, dan kecenderungan untuk bereksplorasi
Otoritatif




Mengontrol, menuntut, hangat, reseptif, rasional, berdialog (memberi dan menerima) secara verbal, serta menghargai disiplin, kepercayaan diri, dan keunikan




Mandiri, bertanggung jawab secara sosial, memiliki kendali diri, bersifat eksplloratif, dan percaya diri




2. Kesesuaian antara anak dan pengasuh
Dalam proses interaksi antara pengasuh dan anak, perilaku mereka bisa saling mempengaruhi dan menyesuaikan diri satu sama lain sehingga ada penyesuain diri antar masing-masing. Jika terjadi ketidakcocokan antara pengasuh dan anak maka akan berdampak anak mengalami stres, murung, frustasi, dan bahkan menimbulkan rasa kebencian. Jadi pengasuh harus benar-benar bisa menangkap respon apa yang sang anak inginkan, agar terjadi jalinan kasih sayang antara mereka, dan tidak menimbulkan rasa benci.




3. Temperamen anak
Temperamen bayi merupakan salah satu hal yang harus dipahami oleh sang pengasuh agar bisa terjalin hubungan yang akrab antara pengasuh dan anak. Ada tiga gaya perilaku bayi yakni bayi yang mudah, bayi yang sulit dan bayi yang lamban. Ciri bayi yang mudah adalah memiliki keteraturan, adaptif, bahagia dan mau mendekati objek atau orang baru. Bayi yang sulit cenderung tidak teratur, tidak senang terhadap perubahan situasi, sering menangis, menempakkan perasaan negative. Sedangkan bayi yang lamban adalah bayi yang cenderung kurang adaptif, menarik diri, kurang aktif dan intensitas respon kurang.




4. Perlakuan guru di sekolah
Apa yang guru perbuat di sekolah akan berpengaruh terhadap anak didiknya. Perlakuan guru terhadap anak memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap perkembangan sosioemosional anak. Pengaruh guru tidak hanya pada aspek kognitif anak, tetapi juga segenap perilaku dan pribadi yang ditampilkan guru di depan anak didiknya, karena secara langsung hal tersebut bisa menjadi pengalaman-pengalaman anak.




Contoh penerapan teknis pengasuhan sosial emosional dapat dilakukan dengan beberapa pola, yaitu:




1. Bermain pada anak.
Bermain merupakan salah satu cara yang tepat untuk melepaskan atau menumpahkan seluruh energi dan perasaan yang dimiliki anak termasuk didalamnya emosi anak. Selain itu biasanya dengan bermain anak juga dapat mengembangkan hubungan sosial mereka.
Permainan yang dapat melatih kecerdasan sosial emosional antara lain:
· Bermain peran dengan boneka tangan maupun wayang
· Film pembelajaran bermuatan nilai sosial emosional.
· Ajak anak keluar rumah untuk berinteraksi dengan orang lain
· Ajak anak bermain kelompok (cooperatif play), seperti: sepak bola.




2. Sentuhan, belaian dan pelukan kepada anak.
Interaksi antara orang tua dengan anak sangat berpengaruh terhadap kecerdasan sosial emosional anak. Sentuhan, belaian dan pelukan yang diberikan kepada anak merupakan beberapa cara yang tepat untuk membangun hubungan baik atau kelekatan anara orang tua dengan anak




3. Pemberian kata positif dan empati orang tua terhadap anak.
Kata positif yang diberikan kepada anak membuat anak termotifasi untuk melakukan dan mengulangi perilaku yang positif dan membuat anak percaya diri. Sedangkan empati dari orang tua membuat anak merasa orang tua berada dipihaknya, terutama saat anak memiliki masalah, empati dari orang tua sangatlah penting agar anak dapat lebih.